MAKALAH
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Al Islam dan Kemuhammadiyahan
Di susun oleh : Yuliana Mazidah Khafidah
( 100641617 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah persyarikatan
yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar
Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang yaitu perseorangan dan
masyarakat. Dakwah dan Amar Ma’ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi
kepada dua golongan. Pertama, kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan
(tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang
kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama
Islam.
Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf
nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan
bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan
mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan
amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah
menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah “Terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Seberapa pentingkah kepribadian islami itu ?
2.
Apa saja sifat – sifat dasar muhammadiyah itu ?
3.
Mengapa kita harus memahami konsep kepribadian muhammadiyah ?
C.
Tujuan
1. Mengerti betapa
pentingnya berkpribadian muhammadiyah.
2. Menjadi acuan atau pedoman untuk
menjadi lebih baik kedepannya.
3. Menjadi manusia yang lebih baik
di berbagai aspek kehidupan.
BAB II
ISI
A.
Sejarah Dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah
“Kepribadian Muhammadiyah” ini timbul pada waktu Muhammadiyah dipimpin oleh
Bapak Kolonel H.M. Yunus Anis, ialah pada periode 1959-1962.
“Kepribadian Muhammadiyah” ini semula berasal dari uraian Bapak H. Faqih Usman,
sewaktu beliau memberikan uraian dalam suatu latihan yang diadakan Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu almarhum KH. Faqih Usman
menjelaskan bahasan yang berjudul: “Apa sih
Muhammadiyah itu?”
Kemudian oleh Pimpinan Pusat dimusyawarahkan bersama-sama Pimpinan Muhammadiyah
Wilayah Jawa Timur (HM. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono), dan Jawa
Barat (H. Adang Afandi). Sesudah itu disempurnakan oleh suatu Tim yang antara
lain, terdiri dari: KH. Moh.Wardan, Prof. KH. Farid Ma’ruf, M. Djarnawi
Hadikusuma, M. Djindar Tamimy; kemudian turut membahas pula Prof.H. Kasman
Singodimejo SH. di samping pembawa prakarsa sendiri KH. Faqih Usman.
Setelah urusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan dalam Sidang Tanwir
menjelang Muktamar ke 35 di Jakarta (Muktamar Setengah Abad). Dan di Muktamar
ke-35 itulah “Kepribadian Muhammadiyah” disahkan setelah mengalami usul-usul
penyempurnaan. Dengan demikian maka rumusan “Kepribadian Muhammadiyah” ini
adalah merupakan hasil yang telah disempurnakan dalam Muktamar ke-35 setengah
abad -pada tahun 1962, akhir periode pimpinan HM. Yunus Anis.
B. Kepribadian Muhammadiyah
Sesungguhnya kepribadian Muhammadiyah itu
merupakan ungkapan dari kepribadian yang memang sudah ada pada Muhammadiyah
sejak lama berdiri. KH. Faqih Usman pada saat itu hanyalah mengkonstantir
-meng-idhar-kan apa yang telah ada; jadi bukan merupakan hal-hal yang
baru dalam Muhammadiyah. Adapun mereka yang menganggap bahwa Kepribadian
Muhammadiyah sebagai perkara yang baru, hanyalah karena mereka mendapati
Muhammmadiyah sudah tidak dalam keadaan yang sebenarnya.
K.H. Faqih Usman sebagai seorang yang telah sejak lama berkecimpung dalam
Muhammadiyah, sudah benar-benar memahami apa sesungguhnya sifat-sifat khusus
(ciri-ciri khas) Muhammadiyah itu. Karena itu kepada mereka yang berlaku tidak
sewajarnya dalam Muhammadiyah, beliaupun dapat memahami dengan jelas.
Yang benar-benar dirasakan oleh almarhum ialah bahwa Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam, berdasar Islam, menuju terwujudnya masayarakat utama,
adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala, bukan dengan jalan politik, bukan dengan
jalan ketatanegaraan, melainkan dengan melalui pembentukan masyarakat, tanpa
memperdilikan bagamana struktur politik yang manguasainya; sejak zaman Belanda,
zaman militerisme Jepang, dan samapai zaman kemerdekaan
Republik Indonesia.
Muhammadiyah tidak buta politik, tidak takut politik,
tetapi Muhammadiyah
bukan organisasi politik. Muhammadiyah tidak mencampuri soal-soal politik ,
tetapi apabila soal-soal politik masuk dalam Muhammadiyah, ataupun soal-soal
politik mendesak-desak urusan Agama Islam, maka Muhammadiyah akan bertindak
menurut kemampuan, cara dan irama Muhammadiyah sendiri.
Sejak partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh presiden Sukarno, maka warga
Muhammadiyah yang selama ini berjuang dalam medan politik praktis, mereka masuk
kembali dalam Muhammadiyah. Namun karena sudah terbiasa dengan perjuangan cara
politik, maka dalam mereka berjuang dana beramal dalam Muhammadiyah pun masih
membawa cara dana nada politik cara partai.
Oleh almarhum K.H. Faqih Usman dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada saat itu,
cara-cara demikian dirasakan sebagai cara yang dapat merusak nada dan irama
Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah
mempunyai cara perjuangan yang khas. Muhammadiyah bergerak bukan untuk “Muhammadiyah’
sebagai golongan.
Muhammadiyah bergerak dan berjuang untuk
tegaknya Islam, untuk kemenangan kalimah Allah, untuk terwujudnya masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala. Hanya saja Islam
yang digerakkan oleh Muhammadiyah adalah Islam yang sajadah, Islam yang lugas
(apa adanya), Islam yang menurut Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw; dana
menjalankannya dengan menggunakan akal pikirannya yang sesuai dengan ruh Islam.
Secara leksikal, ‘kepribadian’
berasal dari kata ‘pribadi’ yang berarti manusia sebagai perseorangan.
‘Kepribadian’ (dengan imbuhan ke-an) berarti sifat hakiki yang tercermin pada
sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dengan orang lain
atau bangsa lain.
Dengan demikian, yang dimaksud
dengan kepribadian Muhammadiyah ialah rumusan yang menggambarkan hakekat
Muhammadiyah, serta apa yang menjadi dasar dan pedoman amal usaha dan
perjuangannya, serta sifat-sifat yang dimilikinya. Narasi berikut ini
menjelaskan kepribadian Muhammadiyah yang diharapkan dapat menjadi munthalaq
(start pont), pedoman dan pijakan utama dalam merumuskan kepribadian seorang
muballigh Muhammadiyah, termasuk Muballigh di kalangan mahasiswa.
Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam
dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Secara fungsional Muhammadiyah
merupakan alat untuk berjuang dan mencapai cita-cita mulia, terwujudnya
masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk melaksanakan
fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi,
sebagaimana firman Allah s.w.t. :
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
“Sebuah negeri yang indah, bersih,
suci dan makmur di bawah perlindungan Rabb Yang Maha Pengampun.” (Saba’ :
15)
Untuk mencapai tujuan itulah Muhammadiyah
didirikan dengan bersendikan dua pilar gerakan utama; amar
ma’ruf dan nahi munkar,berdasarkan :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Adakanlah dari kamu sekalian,
golongan yang mengajak kepada keIslaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia.” (Alu
Imran : 104)
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah merumuskan prinsip-prinsip
dasar segala gerak dan amal usaha yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran
Dasar berikut ini :
1.
Hidup manusia harus berdasar tauhid, ‘ibadah
dan ta’at kepada Allah s.w.t.
2.
Hidup manusia bermasyarakat.
3.
Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan
keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan
ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4.
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada
kemanusiaan.
5.
Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad
saw.
6.
Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi.
Dengan prinsip-prinsip dasar
tersebut maka, apapun yang diusahakan termasuk cara-cara atau sistem
perjuangannya, Muhammadiyah berpedoman : “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan
Rasul-Nya, bergerak membangun di segala bidang dan lapangan dengan menggunakan
cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah.”
Kesemua rumusan tertera di atas
mengantarkan kita kepada sepuluh sifat-sifat dasar Muhammadiyah yang wajib
dipelihara dan diamalkan :
1.
Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan
kesejahteraan.
2.
Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah
Islamiyah
3.
Lapang dada, luas pandangan dengan memegang
teguh ajaran Islam.
4.
Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5.
Mengindahkan segala hukum, undang-undang,
peraturan serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6.
Amar
ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik
7.
Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan
maksud ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
8.
Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga
dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela
kepentingannya.
9.
Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan
golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur yang diridlai Allah s.w.t.
10. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar
dengan bijaksana.
C. Memahami Kepribadian
Muhammadiyah
Memahami Kepribadian Muhammadiyah berarti:
1. Memahami apa
sebenarnya Muhammadiyah.
2. Karena
Muhammadiyah ini sebagai organisasi, sebagai suatu persyarikatan yang beraqidah
Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, maka perlu pula difahami, Islam
yang bagaimanakah yang hendak ditegakkan dan dijunjung tinggi itu, mengingat
telah banyak kekaburan kekaburan dalam Islam di Indonesia ini. Dan hal ini
pulalah yang hendak dipergunakan untuk mendasari atau menjiwai segala amal
usaha Muhammadiyah sebagai organsisasi.
3. Kemudian
dengan sifat-sifat dan cara-cara yang kita contoh atau kita ambil dari
bagaimana sejarah da’wah Rasulullah yang mula-mula dilaksanakan, itu pulalah
yang kita jadikan sifat gerak da’wah Muhammadiyah, dengan kita sesuaikan pada
keadaan dan kenyataan kenyataan yang kita hadapi.
D. Cara Menuntunkan
Kepribadian Muhammadiyah
Tidak ada cara lain dalam memberikan atau
menuntunkan Kepribadian Muhammadiyah ini, kecuali harus dengan teori dan
praktek penanaman pengertian dan pelaksanaan.
1. Penandasan atau pendalaman
pengertian tentang da’wah atau bertabligh.
2. Menggembirakan
dan memantapkan tugas berda’wah. Tidak merasa rendah diri (minder-waardig - Bld) dalam menjalankan da’wah; namun
tidak memandang rendah kepada yang bertugas dalam lapangan lainnya (politik,
ekonomi, seni-budaya dan lain-lain).
3. Keadaan mereka
-para warga- hendaklah ditugaskan dengan tugas yang tentu-tentu, bukan hanya
dengan sukarela. Bila perlu dilakukan dengan suatu ikatan, misalnya dengan
perjanjian, dengan bai’at dan lainlain.
4. Sesuai
dengan masa itu, perlu dilakukan dengan musyawarah yang sifatnya mengevaluasi
tugas-tugas itu. Sesuai dengan suasana sekarang, perlu pula dilakukan dengan
formalitas yang menarik, yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan
memberikan bantuan logistik.
5. Pimpinan
Cabang, Ranting bersama-sama dengan anggota-anggotanya memusyawarahkan
sasaran-sasaran yang dituju, bahan-bahan yang perlu dibawakan dan membagi
petugas-petugas sesuai dengan kemampuan dan sasarannya.
6. Pada
musyawarah yang melakukan evaluasi, sekaligus dapat ditambahkan bahan-bahan
atau bekal yang diperlukan, yang akan dibagikan kepada para warga selaku
muballigh dan muballighot.
E. Kepribadian Warga
Persyarikatan Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai ‘tenda besar’
segala amal usaha dan gerak dakwah kita memiliki kepribadian, sifat-sifat dan
karakter dasar yang demikian kuat. Tentunya kita, kader Persyarikatan,
khususnya para muballigh/dai di kalangan mahasiswa, yang
menjadi agen utama perubahan umat kepada kebaikan dan penerus estapet
perjuangan Muhammadiyah dituntut untuk secara ikhlas dan sungguh-sungguh
memegang teguh (iltizam)
serta committed dengan
kepribadian warga Persyarikatan Muhammadiyah yang telah dirumuskan berikut ini;
1) Memahami hakekat Islam secara menyeluruh
mencakup aspek akidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalat dunyawiyah; bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Maqbulah.
2) Melandasi segala sesuatu dengan niat
ikhlas mencari ridla Allah s.wt. semata-mata.
3) Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh
dalam seluruh aspek kehidupannya, dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam
kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat sehingga
terwujud masyarakat utama yang diridlai oleh Allah s.wt.
4) Memiliki semangat jihad untuk
memperjuangklan Islam.
5) Memiliki kemauan dan kesediaan untuk
berkorban demi Islam baik korban waktu, harta, tenaga bahkan nyawa sekalipun.
6) Mempunyai keteguhan hati dalam
mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan Islam dengan arti kata tidak mundur
karena ancaman dan tidak terbujuk dengan rayuan dan selalu istiqamah dalam
kebenaran.
7) Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang
disukai dan tidak disukai selama berada dalam garis kebenaran. Apabila terjadi
perbedaan pendapat antara dia dan pimpinan dalam hal yang sifatnya mubah atau ijtihad, dia
akan mendahulukan pendapat pimpinan.
8) Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam
kehidupan bermasyarakat.
9) Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara
murni dan penuh.
10) Bisa dipercaya dan
mempercayai orang lain dalam organisasi.
Demikianlah
Muhammadiyah telah berusaha maksimal untuk mengkonstruksi karakter dan
kepribadian warganya yang diharapkan menjadi ’shibgah’ (celupan,
warna dasar) yang menjadikannya unggul dalam berinteraksi dengan dirinya
sendiri, umat dan sesama anak bangsa.
F. Kepribadian Kita dan Pergeseran Tata Nilai Umat
Setelah mencermati narasi
kepribadian Muhammadiyah dan Warga Muhammadiyah tertera di atas, ada baiknya
kita sandingkan dengan fakta dan orientasi kehidupan kekinian yang
berubah dalam durasi dan dengan akselarasi yang sangat cepat. Arus globalisasi
yang ditandai dengan revolusi teknologi di bidang komunikasi dan transportasi
telah berhasil ‘melipat’ belahan bumi serta mengeliminir jarak dan selisih
waktu antar negara.
Melalui kekuatan teknologi
komunikasi setiap peristiwa di belahan bumi manapun dapat direkam dengan baik,
teknologi transportasi telah mampu membuat seseorang untuk berada di beberapa
negara dalam waktu yang sedemikian singkat. Inilah yang kemudian mengakhiri
segala bentuk sekat-sekat budaya, ras, aliran, ideologi dan bahkan agama di
antara manusia sejagad.
Selain itu sistem kapitalisme global
semakin menjerat para pemimpin dan warga negara-negara berkembang, yang nota
bene-nya adalah umat Islam. Namun di sisi yang lain muncul segelintir pemilik
modal raksasa yang dapat menggerakkan kecenderungan masyarakat umum ‘semaunya’
melalui impor budaya destruktif secara masal. Masyarakat masuk ke sebuah tatanan
kehidupan liberal yang individual, materialistis, sekularistik dan hedonis.
Orientasi politik masyarakatpun tak
terelakkan dari arus deras ini. Lembaga trias politica; eksekutif,
legislatif dan yudikatif terjebak pada kubangan pragmatisme dan demokrasi
liberal yang mengingkari fakta kehendak nurani umat yang mayoritas. Dengan
nalar demokrasi liberal masyarakat dicekoki dengan berbagai produk legislasi
yang berada di luar domain akal sehat.
Di tengah-tengah arus deras di atas
kita hidup. Dalam menghadapi arus kehidupan yang sedemikian deras, masyarakat
dunia, tak terkecuali umat Islam, khususnya kita di Indonesia ini, akan
berhadapan face to face dengan berbagai dampak dari era ini dalam
bentuk agresi ideologi, politik, ekonomi, budaya, intelektual dll. yang
semuanya ini dapat memarjinalkan dan menggerus konservasi kearifan dan budi
luhur serta nilai-nilai agama yang telah lama mereka pegang dengan teguh.
G. Rekonstruksi
Kepribadian Muballigh Mahasiswa
Dalam hemat pandangan kami, para
aktivis dakwah Muhammadiyah, terkhusus lagi muballigh dari kalangan mahasiswa,
diperlukan sebuah konstruksi kepribadian, karakter atau akhlaq yang berbasis
pada sejarah kenabian (sirah
nabawiyah) sehingga kita memiliki autentisitas gerakan tabligh
(dakwah) di tengah arus kehidupan modern yang sedemikian rupa.
Seringkali
tidak kita sadari bahwa kita memaknai aktivitas dakwah sebagai aktivitas
memperbaiki orang lain. Akibatnya, kita terjebak pada ’aktivisme’ yang bersifat
rutin dan seringkali sangat menjenuhkan. Bahkan kadang kita mengalami defisit
stamina batin dan keropos pertahanan spiritual. Padahal ini menjadi modal utama
dalam berdakwah/bertabligh. Perlu direnungkan baik-baik kecaman Allah s.w.t.
terhadap Bani Israel yang terlampau sibuk dengan orang lain dan melupakan diri
mereka sendiri :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ
وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُون
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal
kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al-Baqarah : 44)
Demikian pula ancaman Allah s.w.t.
kepada kita, orang-orang beriman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا
لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (Al-Shaff :2-3)
Kedua ayat tersebut mengajarkan kita
untuk membangun pondasi kepribadian yang kokoh sebelum menyuruh orang lain
melakukannya. Inilah kata kunci utama dalam merekonstruksi konsep diri bangunan
kepribadian kita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang
merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf
nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat.
‘kepribadian’
berasal dari kata ‘pribadi’ yang berarti manusia sebagai perseorangan.
‘Kepribadian’ (dengan imbuhan ke-an) berarti sifat hakiki yang tercermin pada
sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dengan orang lain
atau bangsa lain. “Kepribadian Muhammadiyah” ini timbul pada
waktu Muhammadiyah dipimpin oleh Bapak Kolonel H.M. Yunus Anis, ialah pada
periode 1959-1962.
Dengan demikian, perlu difahamkan kepada warga
Muhammadiyah: apakah Muhammadiyah itu sebenarnya dan bagaimana cara
membawa/menyebarluaskannya. Menyebarkan faham Muhammadiyah itu pada hakekatnya
menyebarluaskan Islam yang sebenar-benarnya; dan oleh karena itu, cara
menyebarkannya pun kita perlu mengikuticara-cara Rasulullah saw menyebarkan
Islam pada awal pertumbuhannya.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, diperlukan pemahaman tentang kepribadian kemuhammadiyahan
agar tingkah laku kita lebih baik dan teratur sesuai dengan pedoman tingkah
laku yg di dasarkan oleh konsep dasar kemuhammadiyahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Rabi’, Ibrahim M. Intellectual Origins of Islamic
Resurgence in the Modern Arab World. Albany: State University of New
York Press, 1996.
Auda, Jasser. Maqasid
al-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach.
London: The International Institute of Islamic Thought, 1429H/2008 CE
Http://www,pedomanbermuhammadiyah.com