Teori
Behavioristisme, Kognitif dan Konstruktivisme serta Implikasi ketiga teori
tersebut dalam pembelajaran
1. Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Teori behavioristik sering kali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan
tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
2. Teori Kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang
psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep
utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk
secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya
dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap
orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan
pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini
proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan,
khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip
tersebut antara lain:
- Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
- Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
- Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran,
guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar
menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke
kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan
individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
3. Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan
yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri
(Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran
dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi
kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep,
dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah
laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan
yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan
perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai
konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja,
melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan
juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam
mengembangkan pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan
filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori
adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara
fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur
pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala
baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk
itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau
perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman
tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu
berkembang. Proses tersebut meliputi:
- Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
- Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
- Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
- Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Implikasi teori belajar dalam pembelajaran
1. Teori Behaviorisme
Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah
laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah
laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya
berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di
luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam
membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah
belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak
bisa menjadi bisa membaca). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau
input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting
diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan
respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa
tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa
rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah
reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya.
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan
guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa
diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang
juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya
bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka
penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika
uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar,
maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai
didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
- Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya
- Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
- Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
- Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
- Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
- Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks
Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner,
Thorndike, Hull, dan Guthrie.
2. Teori Kognitif
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada
pendidikan yaitu
1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau
proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman
belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan
jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai
pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud,
2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri
dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan
bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan,
3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam
hal kemajuan per- kembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu
berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya
untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu
ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk
klasikal,
4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara
langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
3. Teori konstruktivisme
Implikasi teori konstruktivisme pada pembelajaran
diantaranya :
a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya,
sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa
sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif
mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka
kognitifnya.
c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus
memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia
mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk
mendukung model-model itu.
d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3) Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3) Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar